Jumat, 29 November 2013

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER

PENDIDIKAN KARAKTER

Proses pendidikan karakter didasarkan pada potensi individu manusia Kognitif, Afektif, Psikomotorik dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi pada keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat 
Totalitas Karakter dimaksud dalam Pendidikan adalah Karakter  Bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila :Beriman dan Bertakwa; Jujur dan Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan Kreatif; Peduli dan Suka Menolong 
Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni  (1) Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. (2) Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. (3) Olah raga berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. (4) Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan penciptaan.
Pentingnya proses Pendidikan Karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Totalitas psikologis dan sosiokultural dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam bagan berikut:




Karakter dimaksud dalam pendidikan adalah karakter bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila anatara lain Beriman dan Bertakwa; Jujur dan Bersih; Santun dan Cerdas; Bertanggung Jawab dan Kerja Keras; Disiplin dan Kreatif; Peduli dan Suka Menolong. 
Dalam pendidikan karakter maksudnya agar karakter bangsa seperti yang sudah disebutkan diatas harus terintegrasi pada setiap mata pelajaran, dalam paradigma lama bahwa pendidikan mengutamakan kognitif atau cipta yaitu pengetahuan atau olah pikir maka pada paradigma baru bahwa afektif (rasa) atau sikap bisa juga disebut karakter harus lebih diutamakan  Maka dengan adanya pendidikan karakter diharapkan  dimasa depan Indonesia akan lebih baik karena yang namanya pendidikan adalah investasi bangsa dalam jangka panjang



Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan  yang diharapkan dengan adanya pendidikan karakter(character education) tersebut sesuai dengan Teori taksonomi Bloom  dimana pendidikan memiliki tiga domaian yaitu Domaian Kognitif, Afektif Psikomotor atau menurut  bapak  Pendidikan Indonesia  Ki Hajar Dewantara menggunakan istilah lain dengan tiga domain yang maksudnya sama yaitu cipta, rasa dan karsa. Sebagaimana uraian diatas tersimpul bahwa ada 4 Pilar Dasar  Nilai Moral yang tercermin dalam pendidikan karakter seperti dalam gambar berikut :




Itulah karakter bangsa Indonesia yang diharapkan secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian yakni olah hati, olah pikir. olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati`berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif dan inovatif. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi , persiapan peniruan manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan dan penciptaan.  Pendidikan  nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

PENILAIAN HASIL BELAJAR
Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya dan karakter didasarkan pada Indikator. Sebagai contoh, Indikator untuk nilai jujur di suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat, diamati, dipelajari, atau dirasakan” maka guru mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan serang peserta didik itu jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik menyatakan perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai bahkan kepada yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya.
Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada di kelas atau di sekolah. Mdel anecdtal recrd (catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai yang dikembangkan) selalu dapat digunakan guru. Selain itu, guru dapat pula memberikan tugas yang berisikan suatu persoalan atau kejadian yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan nilai yang dimilikinya. Sebagai contoh, peserta didik dimintakan menyatakan sikapnya terhadap upaya menlng pemalas, memberikan bantuan terhadap rang kikir, atau hal-hal lain yang bersifat bukan kontrversial sampai kepada hal yang dapat mengundang konflik pada dirinya.

INDIKATOR SEKOLAH DAN KELAS
Ada 2 (dua) jenis Indikator yang dikembangkan dalam pedoman ini. Pertama, Indikator untuk sekolah dan kelas. Kedua, Indikator untuk mata pelajaran. Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan budaya dan karakter bangsa. Indikator ini berkenaan juga dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan dan kegiatan sekolah sehari-hari (rutin). Indikator mata pelajaran menggambarkan perilaku afektif serang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu.
Indikator dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas dan sekolah yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika serang peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan peserta didik, jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas dan pertanyaan guru, serta tulisan peserta didik dalam laporan dan pekerjaan rumah. Perilaku yang dikembangkan dalam Indikator pendidikan budaya dan karakter bangsa bersifat progresif. Artinya, perilaku tersebut berkembang semakin kmpleks antara satu jenjang kelas ke jenjang kelas di atasnya ( 1-3; 4-6; 7-9; 10-12), dan bahkan dalam jenjang kelas yang sama. Guru memiliki kebebasan dalam menentukan berapa lama suatu perilaku harus dikembangkan sebelum ditingkatkan ke perilaku yang lebih kmpleks. Misalkan,”membagi makanan kepada teman” sebagai Indikator kepedulian sosial pada jenjang kelas 1 – 3. Guru dapat mengembangkannya menjadi “membagi makanan”, membagi pensil, membagi buku, dan sebagainya.  Indikator berfungsi bagi guru sebagai kriteria untuk memberikan pertimbangan tentang perilaku untuk nilai tertentu telah menjadi perilaku yang dimiliki peserta didik.  

KROMATOGRAFI GAS


KROMATOGRAFI GAS

Secara etimologi, Kromatografi berasal dari bahasa yunani yang berarti ‘warna’ dan ‘tulis’. Kromatografi gas (GC), merupakan jenis kromatografi yang digunakan dalam kimia organik untuk pemisahan dan analisis, Oleh karena itu, senyawa-senyawa kimia yang akan dipisahkan haruslah dalam bentuk gas pula. GC dapat digunakan untuk menguji kemurnian dari bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen dari campuran. Kromatologi gas memisahkan suatu campuran berdasarkan kecepatan migrasinya di dalam fasa diam yang dibawa oleh fasa gerak. Sedangkan perbedaan migrasi ini disebabkan oleh adanya perbedaan interaksi diantara senyawa-senyawa kimia tersebut (di dalam campuran) dengan fasa diam dan fasa geraknya. Interaksi ini adalah adsorbsi, partisi, penukar ion dan jel permiasi.
Kromatografi gas termasuk dalam salah satu alat analisa (analisa kualitatif dan analisa kuantitatif), kromatografi gas dijajarkan sebagai cara analisa yang dapat digunakan untuk menganalisa senyawa-senyawa organik. Kita telah mengetahui bahwa ada dua jenis kromatografi gas, yatiu kromatografi gas padat (KGP), dan kromatografi gas cair (KGC). Dalam kedua hal ini sebagai fasa bergerak adalah gas (hingga keduanya disebut kromatografi gas), tetapi fasa diamnya berbeda. Meskipun kedua cara tersebut mempunyai banya persamaan. Perbedaan antara kedunya hanya tentang cara kerja. Pada kromatografi gas padat (KGP) terdapat adsorbsi dan pada kromatografi gas cair (KGC) terdapat partisi (larutan). Kromatografi ga padat (KGP) digunakan sebelum tahun 1800 untuk memurnikan gas. Metode ini awalnya kurang berkembang. Penemuan jenis-jenis padatan baru sebagi hasil riset memperluas penggunaan metode ini. Kelemahan metode ini mirip dengan kromatografi cair padat. Sedangkan kromatografi gas cair sering disebut oleh para pakar kimia organic sebagai kromatografi fasa uap. Pertama kali dikenalkan oleh James dan Martin pada tahun 1952. Metode ini paling banyak digunakan karena efisien, serba guna, cepat dan peka. Cuplikan dengan ukuran beberapa microgram sampel dengan ukuran 10 gram masih dapat dideteksi. Sayangnya komponen cuplikan harus mempunyai tekanan beberapa torr pada suhu kolom.



KOMPONEN – KOMPONEN PADA KROMATOGRAFI GAS
Pada dasarnya komponen penting pada yang harus ada pada setiap alat kromatografi gas adalah :
1.  Tangki pembawa gas
2.  Pengatur aliran dan pengatur tekanan
3.  tempat injeksi
4.  kolom
5.  detektor
6.  rekorder

FUNGSI KOMPONEN PADA KROMATOGRAFI GAS

1. Tangki pembawa gas
Fungsi gas pembawa adalah mengangkut cuplikan dalam kolom ke detektor. Bermacam-macam gas telah digunakan dalam KGC, misalnya, hydrogen, helium, helium, memungkinkan difusi yang lebih longitudinal dari solute, yang cenderung menurunkan efisiensi kolom, terutama pada laju arus yang lebih rendah. Maka nitrogen mungkin merupkan suatu pilihan yang lebih baik untuk gas-pembawa agar dapat dilakukan suatu pemisahan yang benar-benar sukar. Pemilihan gas pembawa hars disesuaikan dengan jenis detektor yang digunakan. 

2. Pengatur Aliran dan Pengatur Tekanan
Ini disebut pengatur atau pengurang Drager. Drager bekerja baik pada 2,5 atm, dan mengalirkan massa aliran dengan tetap. Tekanan lebih pada tempat masuk dari kolom diperlukan un­tuk mengalirkan cuplikan masuk ke dalam kolom. Ini disebabkan, kenyataan lubang akhir dari kolom biasanya mempunyai tekanan atmosfir biasa. Juga oleh kenyataan bahwa suhu kolom adalah tetap, yang diatur oleh thermostat, maka aliran gas tetap yang masuk kolom akan tetap juga.
Demikian juga komponen-komponen akan dielusikan pada waktu yang tetap yang disebut waktu penahanan (the retention time), t­­R. Karena kecepatan gas tetap, maka komponen juga mempunyai volume karakteristik terhadap gas pengangkut = volume penahanan (the retention volume), vr. Kecepatan gas akan mempengaruhi effisiensi kolom. 
Harga-harga yang umum untuk kecepatan gas untuk kolom yang memiliki diameter luar.
1/4" O.D : kecepatan gas 75 ml/min
1/8" O.D : kecepatan gas 25 ml/min.

3. Tempat Injeksi
Sejumlah kecil sampel yang akan dianalisis diinjeksikan pada mesin menggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan karet tebal (Lempengan karet ini disebut septum) yang mana akan mengubah bentuknya kembali secara otomatis ketika semprit ditarik keluar dari lempengan karet tersebut.
Injektor berada dalam oven yang mana temperaturnya dapat dikontrol. Oven tersebut cukup panas sehingga sampel dapat mendidih dan diangkut ke kolom oleh gas pembawa misalnya helium atau gas lainnya.

4. Kolom
Jika suatu cuplikan dianalisis dengan GC maka pemisahan terjadi pada kolom. Kolom di dalam GC sering disebut dengan ”jantung GC”. Hal ini disebabkan karena keberhasilan suatu analisis ditentukan oleh tepat dan tidaknya kolom yang dipilih serta jenis cuplikan yang akan dianalisis.
Kolom GC terdiri dari 3 bagian yaitu wadah luar yang terbuat dari logam (tembaga, baja tahan karat, nikel),gelas atau plastik mislanya teflon dan isi kolom yang terdiri dari padtan pendukung dan fasa cairan.
Kolom isian   
Fasa stasioner dalam kromatografi gas cair (KGC) adalah cairan, tetapi cairan itu tidak boleh dibiarkan bergerak – gerak di dalam tabung. Cairan tersebut harus dimobilisasi, biasanya dalam bentuk satu lapisan tipis dengan luas permukaan besar. Ini paling lazim dilakukan dengan mengimpregnasi suatu bahan padat dengan fasa cair sebelum kolom diisi. Padatan tersebut harus bersifat inert secara kimiawi terhadap zat – zat yang nantinya akan dikromatografikan, stabil pada temperatur operasi, dan memilki luas permukaan yang besar persatuan berat. Penurunan tekanan yang dibutuhkan untuk laju alir gas yamg diinginkan harus tidak boleh berlebihan. Kekuatan mekanis lebih diinginkan agar partikel – partikelnya tidak pecah dan mengubah distribusi ukuran partikel dengan penanganan. Kebanyakan padatan yang digunakan sebagai penyangga pada KGC sangat berpori. Adsorben aktif seperti karbon aktif dan silika gel adalah penyangga padat yang buruk. Bahkan jika dilapisi dengan lapisan cairan tipis maka padatan ini akan menyerap komponen – komponen sampel yang menyebabkan pengekoran (tailing). Bahan penyangga padat yang paling umum adalah tanah diatom. Untuk dapat digunakan sebagai penyangga padatan maka tanah diatom dijadikan seperti bata dan dipanaskan di dalam tanur kemudian digerus halus sampai dan disaring dengan ukuran mesh tertentu.

Pemilihan fasa cair

Fasa cair harus dipilih dengan mempertimbangkan masalah pemisahan tertentu. Cairan tersebut harus memiliki tekanan uap yang sangat rendah pad temperatur kolom; sebuah petunjuk praktis mengusulkan suatu titik didih sekurang – kurangnya 2000C di atas temperatur di mana cairan akan diberikan. Dua alasan penting untuk menginginkan volatilitas yang rendah adalah pertama, hilangnya cairan akan menghancurkan kolom itu, dan kedua, detektor akan memberi respon pada uap fasa stasioner dengan hasil penyimpangan pada garis dasar perekam dan menurunkan kepekaan terhadap komponen – komponen sampel yang dianalisis.
Jelas, fasa cair harus stabil secara termal pada temperatur kolom, dan kecuali dalam kasus – kasus khusus, cairan itu tidak bereaksi secara kimia dengan komponen – komponen sampel. Cairan tersebut harus memiliki daya pelarut yang cukup untuk sampel. Mengingat aturan lama bahwa ”sejenis melarutkan sejenis” , bisa dinyatakan bahwa secara umum seharusnya ada sedikit kesamaan kimiawi antara zat cair dan zat terlarut yang dipisahkan.
Jumlah cairan yang diberikan pada penyangga padatan adalah penting. Jika terlalu banyak cairan, zat terlarut akan menghabiskan terlalu banyak waktu berdifusi ke fasa cair, dan efisiensi pemisahan menjadi berkurang. Terlalu sedikit cairan menyebabkan zat terlarut berinteraksi dengan padatan itu sendiri., adsorpsi dapat menyebabkan pengekoran dan tumpang tindihnya pita – pita elusi. Pemuatan cairan berbeda – beda dengan sifat penyangga padatan, ukuran sampel yang diantisispasi dan faktor – faktor lain, tetapi umumnya dalam rentang 2 atau 3 sampai sekitar 20% berat cairan. Biasanya padatan diolah dengan suatu larutan dari cairan yang diinginkan dalam suatu pelaut yang volatil, dimana pelarut dipindahkan dengan pemanasan dan selanjutnya dibuang dengan gas pembawa.

5. Detektor
Berbeda dengan alat analisis lainnya, detektor pada kromatografi gas pada umumnya lebih beraneka ragam. Hal ini disebabkan detektor pada GC mendeteksi aliran bahan kimia dan bukan berkas sinar seperti pada spektrofotometer. Beberapa pertimbangan dalam merancang suatu detektor dapat dikemukan sebagai berikut :

  • Detektor GC harus dapat mendeteksi dalam waktu beberapa detik.
  • Cuplikan yang masuk ke dalam detektor harus volatil dan bebas dari pengaruh matrik. Hal semacam juga terjadi pada spektrometri serapan atom atau emisi.
  • Detektor GC mempunyai kepekaan yang kebih dibandingkan dengan alat analisis pada umumnya.
  • Detektor GC mempunyai kisaran dinamik yang sangat besar, umunya lebih besar daripada 107.
  • Detektor GC dapat pula digunakan sebagai alat identifikasi walaupun kegunaan secara umum adalah untuk keperluan kuantitatif


Beberapa parameter yang sering dijumpai pada detektor adalah ratio signal terhadap noise (S/N), batas deteksi minimum (BDM), faktor respon atau ratio signal terhadap jumlah cuplikan, kisran dinamik linear, dan kespesifikan.
Rasio S/N dalam banyak hal dikaitkan dengan BDM. Batas deteksi minimum suatu detektor tehadap suatu cuplikan ditentukan oleh rasio S/N. Salah satu kesepakatan yang dicapai adalah BDM = 2 S/N. Yang dimaksud signal adalah respon detektor terhadap senyawa kimia yang masuk ke dalamnya sedangakan noise berasal dari alat ( getaran rekorder setelah diperbesar maksimum). 


Jenis – jenis dari detektor :
a.       Detektor konduktivitas termal
Alat ini mengandung baik suatu filamen logam yang dipanaskan maupun suatu termistor. Termistor adalah bantalan kecil yang dispakan dengan menggabungkan campuran logam oksida umumnya dari mangan, kobal, nikel, dan runut logam lainnya.
Elemen, filamen atau termistor dari detektor dipanaskan pada kondisi tunak, memiliki temperatur tertentu yang ditentukan oleh panas diberikan padanya dan laju hilangnya panas ke dinding ruang yang mengelilinginya.
Detektor itu umunya memiliki dua sisi, masing- masing elemennya sendiri. Gas pembawa murni menelusuri satu sisi detektor yang terletak di depan di depan lubang injeksi sampel, sementara efluen kolom mengalir melalui sisi lainnya.
Helium merupakan gas pembawa yang cocok untuk detektor konduktivitas termal karena konduktivitas termalnya jauh lebih besar daripada kebanyakan senyawa organik dan tidak memiliki suatu bahaya ledakan. Kepekaan detektor konduktivitas termal dapat ditingkatkan dengan menjalankan elemen – elemen pada temperatur  yang lebih tinggi dengan memberikan suatu arus jembatan yang besar, Tetapi melibatkan harapan hidup elemen tersebut kecil. Detektor ini secara umum tidak bersifat menghancurkan.


a.       Detektor pengionan nyala
Prinsip dasar detektor pengionan nyala adalah energi kalor dalam nyala  hidrogen cukup untuk menyebabkan banyak molekul untuk mengionisasi. Gas efluen dari kolom dicampur dengan hidrogen dan dibakar pada ujung jet logam dalam udara brlebih. Suatu potensial diberikan antara jet dan elektroda kedua yang bertempat di atas atau sekitar nyala itu. Ketika ion – ion itu dibentuk dalam nyala, ruang gas antara kedua elektroda menjadi lebih konduktif dan arus meningkat mengalir dalam sirkuit. Arus ini melewati resistor, tegangan terbentuk yang dikuatan untuk menghasilkan suatu isyrat yang diterima perekam.
Dengan detektor pengionan nyala, konsentrasi ion – ion dalam ruang antara elektroda dan besarnya arus tersebut sangat bergantung pada laju dimana molekul – molekul zat terlarut dikirim ke nyala. Berat zat terlarut yang mencapai nyala dalam satuan waktu akan mnghasilakan respon detektor yang sama berapapun tingkat pengenceran oleh gas pembawa. Ini dasar untuk pernyataan bahwa detektor ini memberi respon bukan pada konsentrasi zat terlarut tetapi pada laju alir massa zat terlarut tersebut. Juga harus diperhatikan bahwa  Detektor pengionan nyala dapat menghancurkan komponen – komponen sampel.
Kekurangan utama dari detektor ini adalah pengrusakan setiap hasil yang keluar dari kolom sebagaimana yang terdeteksi. Jika anda akan mengirimkan hasil ke spektrometer massa, misalnya untuk analisa lanjut, anda tidak dapat menggunakan detektor tipe ini.

6. Rekorder
Rekorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang diperkuat melalui elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Dari kromatogram yang diperoleh dapat dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dengan cara membandingkan waktu retensi sampel dengan standar. Analisis kuantitatif dengan menghitung luas area maupun tinggi dari kromatogram (Hendayana, 2001). Sinyal analitik  yang dihasilkan detektor dikuatkan oleh rangkaian  elektronik     agar bisa diolah  oleh rekorder atau sistem data. Sebuah rekorder bekerja dengan menggerakkan kertas dengan kecepatan tertentu. di atas kertas tersebut dipasangkan pena yang digerakkan oleh sinyal keluaran detektor sehingga posisinya akan berubah-ubah sesuai dengan dinamika keluaran    penguat sinyal detektor. Hasil rekorder adalah sebuah kromatogram berbentuk pik-pik dengan pola yang sesuai dengan kondisi sampel  dan jenis detektor yang digunakan.
Rekorder biasanya dihubungkan dengan sebuah elektrometer yang dihubungkan dengan sirkuit pengintregrasi yang bekerja dengan menghitung jumlah muatan atau jumlah energi listrik yang dihasilkan oleh detektor. Elektrometer akan melengkapi pik-pik kromatogram dengan data luas pik atau tinggi pik lengkap dengan biasnya.
Sistem data merupakan pengembangan lebih lanjut dari rekorder dan elektrometer dengan melanjutkan sinyal dari rekorder dan elektrometer ke sebuah unit pengolah pusat (CPU, Central Procesing Unit).
Hasil pembacaan dalam detector akan direkam dalam rekorder dan ditampilkan pada layar komputer berupa diagram/grafik dengan puncak / pick yang berbeda-beda sesuai dengan senyawa atau gugus senyawanya, seperti gambar di bawah ini:

  

PRINSIP KERJA KROMATOGRAFI GAS

Kromatografi merupakan medan yang bergerak cepat karena sangat pentingnya dalam praktek dalam banyak bidang penelitian. Usaha-uasaha berlanjut sepanjang banyak jalur, beberapa diantaranya adalah : detektor yang lebih baik, bahan kemasan kolom yang baru, hubungan dengan instrument lain (seperti spectrometer massa) yang dapat membantu untuk mengidentifikasi komponen-komponen yang dipisahkan.
Cara kerja dari kromatografi gas adalah gas pembawa lewat melalui satu sisi detektor kemudian memasuki kolom. Di dekat kolom ada suatu alat di mana sampel – sampel bisa dimasukkan ke dalam gas pembawa ( tempat injeksi). Sampel – sampel tersebut dapat berupa gas atau cairan yang volatil (mudah menguap). Lubang injeksi dipanaskan agar sampel teruapkan dengan cepat.
Aliran gas selanjutnya menemui kolom, kolom merupakan jantung intrumen tempat di mana kromatografi berlangsung. Kolom berisi suatu padatan halus dengan luas permukaan yang besar dan relatif inert. Namun padatan teresebut hanya sebuah penyangga mekanika untuk cairan. Sebelum diisi ke dalam kolom, padatan tersebut diimpregnasi dengan cairan yang diinginkan yang berperan sebagai fasa diam atau stasioner sesungguhnya, cairan ini harus stabil dan nonvolatil pada temperatur kolom dan harus sesuai dengan pemisahan tertentu.
Setelah muncul dari kolom itu, aliran gas lewat melalui sisi lain detektor. Maka elusi zat terlarut dari kolom mengatur ketidakseimbangan antara dua sisi detektor yang direkam secara elektrik.
Sebagai gambaran bagaimana yang terjadi di dalam kolom, anggap bahwa dalam kolom tersebut memilki serangkaian kamar – kamar kecil, masing – masing mengandung suatu bagian cairan yang nonvolatil sebagai fasa stasioner. Suatu fasa bergerak atau gas pembawa bersama – sama dengan cairan yang sudah berupa gas masuk ke dalam kamar pertama, di mana suatu sampel (gas yang dikromatografikan) dari fasa bergerak. Jika cairan tersebut (fasa stasioner) cocok dengan tujuan, sebagian sampel akan yang berupa gas tersebut akan masuk dan dan larut di dalamnya dan sebagian lagi akan tetap ikut bersama dengan gas pembawa tersebut. Sekarang hukum Henry, dalam bentuk biasanya, menyatakan bahwa tekanan parsial yang dihasilkan oleh zat terlarut dalam suatu larutan encer sebanding dengan fraksi molnya. Maka untuk distribusi benzena antara fasa cair dan uap dalam kamar itu dapat dituliskan sebagai berikut :

Pbenzena = k Xbenzena

Di mana Pbenzena  adalah tekanan parsial dalam fasa uap, Xbenzena adalah fraksi mol benzena dalam cairan dan k sebuah tetapan. Dalam kromatografi gas, tekanan parsial dan fraksi mol seringkali digantikan dengan konsentrasi yang mnghasilkan suatu koefisisen distribusi yang tak bersatuan, K :
K = konsentrasi benzena dalam fasa cair/konsentrasi benzena dalam fasa gas


Pindahkan gas nitrogen yang membawa sebagian sampel yang tidak terhenti pada kamar pertama ke kamar kedua, di mana gastersebut bertemu dnegan cairan. Dalam hal ini sebagian sampel di dalamnya akan melarut dan yang lainnya tetap ikut dengan gas pembawa atau fasa geraknya. Dalam kromatografi, aliran fasa gerak berlanjut sampai zat terlarut telah bermigrasi sepanjang kolom itu. Namun, setelah menelusuri panjang kolom suatu campuran akan mengalami fraksinasi, dan kemudian muncul satu demi satu untuk memasuki detektor. Kamar atau ruang khayalan dalam peralatan GC disebut pelat – pelat teoritis. 

Petunjuk cara kerja kromatografi gas
Walaupun beberapa sistem GC sangat rumit, pada dasarnya cara kerjanya sama. Jika GC telah dinyalakan maka dapat dilakukan beberapa langkah berikut ini :
  • Istrumen diperiksa, terutama jika tidak dipakai terus-menerus. Ini dilakukan untuk mengecek apakah telah dipasang kolom yang tepat, apakah septum injector tidak rusak (apakah ada lubang besar atau bocor karena sering dipakai), apakah sambungan saluran gas kedap, apakah tutup tanur tertutup rapat, apakah semua bagian listrik bekerja dengan baik, dan apakah detektor yang terpasang sesuai.
  • Aliran gas kekolom dimulai atau disesuaikan. Ini dilakukan dengan membuka katup utama pada tangki gas dan kemudian memutar katup (diafragma) sekunder kesekitar 15psi dan membuka katup jarum sedikit. Ini memungkinkan aliran gas yang lambat (2-5 ml)/menit untuk kolom kemas dan sekitar 0,5ml/menit untuk kolom kapiler melewati system dan melindungi kolom dan detektor terhadap perusakan secara oksidasi. Dalam banyak instrument modern, aliran gas dapat diatur dengan rotameter atau aliran otomatis atau pengendali tekanan, atau dapat dimasukkan melalui modul pengendali berlandas mikroprosesor. Apapun jenisnya, sambungan system (terutama sambungan kolom) harus dicek dengan larutan sabun untuk mengetahui apakah ada yang bocor, atau dengan larutan khusus untuk mendeteksi kebocoran (SNOOP),atau dapat juga dengan larutan pendeteksi kebocoran niaga.
  • Kolom dipanaskan sampai suhu awal yang dikehendaki. Ini dilakukan, pada instrument buatan lama, dengan memutar transformator tegangan peubah yang mengendalikan gelungan pemanas dalam tanur kesekitar 90 V.


Selain prosedur kerja di atas, pengoperasian kromatografi gas dapat dilakukan dengan tiga cara khususnya untuk penentuan kadar zat, sebagai berikut:
a.    Cara baku internal.
Pada satu seri zat baku internal dengan jumlah tertentu, masing-masing tambahkan sejumlah zat dengan jumlah yang berbeda-beda. Dari masing-masing larutan baku tersebut, suntikan dengan jumlah yang sama pada tempat penyuntikan zat. Garis kalibrasi diperoleh dengan menggambarkan hubungan antara perbandingan luas daerah puncak kurva atau tinggi puncak kurva zat dengan zat baku internalnya, pada sumbu vertical, dan perbandingan jumlah zat baku dengan jumlah zat baku internal, atau jumlah zat baku, pada sumbu horizontal.
Buat larutan zat seperti yang tertera pada masing-masing monografi, tambahkan zat baku internal dengan jumlah sama seperti pada larutan zat baku di atas. Dari kromatogram yang diperoleh dengan kondisi yang sama seperti cara memperoleh garis kalibrasi, hiitung perbandingan luas daerah puncak kurva atau tinggi puncak kurva zat dengan luas daerah puncak kurva zat baku internal. Jumlah zat dapat ditetapkan dari garis kalibrasi.
Untuk baku internal, gunakan senyawa yang mantap yang puncak kurvanya terletak dekat puncak kurva zat tetapi cukup terpisah dari puncak kurva zat, serta puncak kurva komponen-komponen lain.

b.   Cara garis kalibrasi mutlak
Buat satu seri larutan baku. Suntikan dengan volume sama tiap larutan ke dalam tempat penyuntikan zat. Gambar garis kalibrasi dari kromatogram, dengan berat zat pada sumbu horizontal, dan tinggi puncak kurva atau luas daerah puncak kurva pada sumbu vertical. Buat larutan zat seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Dari kromatogram yang diperoleh dengan kondisi yang sama seperti cara memperoleh garis kalibrasi, ukur luas daerah puncak kurva atau tinggi puncak kurva. Hitung jumlah zat menggunakan garis kalibrasi. Dalam cara kerja ini, semua harus dikerjakan dengan kondisi yang betul-betul tetap.

c.    Cara luas daerah normalisasi
Jumlah luas daerah puncak kurva komponen-komponen yang bersangkutan dalam kromatogram dinyatakan sebagai angka 100. Perbandingan kadar komponen-komponen dihitung dari harga prosen luas daerah tiap puncak kurva masing-masing.
Dalam tiga cara yang dinyatakan di atas, tinggi puncak kurva atau luas daerah puncak kurva ditetapkan sebagai berikut :
1.    Tinggi Puncak Kurva
Ukur tinggi dari titik puncak kurva sepanjang garis tegak lurus hingga berpotongan dengan garis yang menghubungkan kedua kaki dari puncak kurva.

2.    Luas daerah puncak kurva
- Lebar puncak kurva pada pertengahan tinggi puncak kurva x tinggi puncak kurva
-  Gunakan planimeter untuk mengukur daerah puncak kurva.

2. 4    WAKTU RETENSI
             Waktu yang digunakan oleh senyawa tertentu untuk bergerak melalui kolom menuju ke detektor disebut sebagi waktu retensi (RT). Waktu ini diukur berdasarkan waktu dari saat sampel diinjeksikan pada titik dimana tampilan menunujukkan tinggi puncak maksimum untuk senyawa itu.

Setiap senyawa memiliki waktu retensi yang berbeda. Untuk senyawa tertentu, waktu retensi sangat bervariasi dan bergantung pada:
  • Titik didih senyawa. Senyawa yang mendidih pada temperatur yang lebih tinggi daripada temperatur kolom, akan menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk berkondensasi sebagai cairan pada awal kolom. Dengan demikian, titik didih yang tinggi akan memiliki waktu retensi yang lama.
  • Kelarutan dalam fase cair. Senyawa yang lebih mudah larut dalam fase cair, akan mempunyai waktu lebih singkat untuk dibawa oleh gas pembawa.. Kelarutan yang tinggi dalam fase cair berarti memiiki waktu retensi yang lama.
  • Temperatur kolom. Temperatur tinggi menyebakan pergerakan molekul-molekul dalam fase gas; baik karena molekul-molekul lebih mudah menguap, atau karena energi atraksi yang tinggi cairan dan oleh karena itu tidak lama tertambatkan. Temperatur kolom yang tinggi mempersingkat waktu retensi untuk segala sesuatunya di dalam kolom.

KEGUNAAN KROMATOGRAFI GAS
Pembatasan utama pada GC ini adalah yang mengenai mudahnya menguap. Contohnya harus memiliki tekanan uap cukup pada suhu kolom, memiliki titik didih rendah, dan tidak rusak dalam bentuk gasnya.
Kebanyakan contoh anorganik tidak cukup menguap untuk memperkenankan penggunaan GC secara langsung, meskipun beberapa penelitian telah dilakukan pada suhu-suhu sangat tinggi dengan menggunakan garam-garam leburan atau campuran eutektik sebagai fasa cair stasioner. Helida dari beberapa unsur seperti timah, titanium, arsen, dan antimony cukup mudah menguap, dan telah di pisahkan dengan GC. Sejumlah logam seperti berilium, alumunium, tembaga, besi, krom, dan kobal telah dapat di GC kan dalam bentuk senyawa-senyawa khelat yang cukup mudah menguap dengan asitelaseton dan turunan yang difluorinasikan. Misalnya aluminium, besi, dan tembaga telah ditentukan dalam logam-campur dengan melarutkan contoh diikuti dengan ekstraksi logam-logamnya ke dalam larutan klorofom dari trifuoroasetilaseton yang kemudian di klamotografikan. Kesalahan-kesalahan relative setingkat 0,2 hingga 3% telah dilaporkan.
Kromatografi gas telah digunakan pada sejumlah besar senyawa-senyawa dalam berbagai bidang. Dalam senyawa organic dan anorganik, senyawa logam, karena persyaratan yang digunakan adalah tekanan uap yang cocok pada suhu saat analisa dilakukan. Berikut akan kita lihat beberapa kegunaan kromatografi gas pada bidang-bidangmya adalah :
a.    Polusi udara
Kromatografi gas merupakan alat yang penting karena daya pemisahan yang digabungkan dengan daya sensitivitas dan pemilihan detektor GLC menjadi alat yang ideal untuk menentukan banyak senyawa yang terdapat dalam udara yang kotor, KGCdipakai untuk menetukan Alkil-Alkil Timbal, Hidrokarbon, aldehid, keton SO , HS, dan beberapa oksida dari nitrogen dan lain-lain.

b.    Klinik
Diklinik kromatografi gas menjadi alat untuk menangani senyawa-senyawa dalam klinik seperti : asam-asam amino, karbohidrat, CO , dan O dalam darah, asam-asam lemak dan turunannya, trigliserida-trigliserida, plasma steroid, barbiturate, dan vitamin.

c.    Bahan – bahan pelapis
Digunakan untuk menganalisa polimer-polimer setelah dipirolisa, karet dan resin-resin sintesis.

d.   Minyak atsiri
Digunakan untuk pengujian kulaitas terhadap minyak permen, jeruk sitrat dan lain-lain.

e.    Bahan makanan
Digunakan dengan TLC dan kolom-kolom, untuk mempelajari pemalsuanatau pencampuran, kontaminasi dan pembungkusan dengan plastic pada bahan makanan, juga dapat dipakai unutk menguji jus, aspirin, kopi dan lain-lain.

f.     Sisa-sisa pestisida
KGC dengan detektor yang sensitive dapat menentukan atau pengontrolan sisa-sisa peptisida yang diantaranya senyawa yang mengandung halogen, belerang, nitrogen, dan fosfor

g.    Perminyakan
Kromatografi gas dapat digunakan unutk memisahkan dan mengidentifikasi hasil-hasildari gas-gas hidrokarbon yang ringan.

h.    Bidang farmasi dan obat-obatan
Kromatografi gas digunakan dalam pengontrolan kualitas, analisa hasil-hasil baru dalam pengamatan metabolisme dalam zat-zatalir biologi.

i.      Bidang kimia/penelitian
Digunakan untuk menentukan lama reaksi pada pengujian kemurnian hasil

Kamis, 28 November 2013

PEDOMAN PENANGANAN ZAT KIMIA UNTUK MENJAMIN KEAMANAN DAN KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM

PEDOMAN PENANGANAN ZAT KIMIA UNTUK MENJAMIN KEAMANAN DAN KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM

BAB I. PENDAHULUAN
Laboratorium  kimia  boleh  jadi  merupakan  suatu  tempat  yang  berbahaya,  terutama bila kita ceroboh dan kurang pengetahuan. Kehati-hatian dan tidak buru-buru adalah syarat penting  yang  perlu  dimiliki seseorang  yang  bekerja  di  laboratorium  kimia.  Gambaran  ini disampaikan  tidak  dengan  maksud  untuk menakut-nakuti  seseorang  yang  akan  bekerja  di laboratorium kimia, namun untuk mengingatkan agar kita senantiasa waspada bila sedang bekerja di dalamnya.
Laboratorium  kimia  merupakan  sarana  penting  untuk  pendidikan,  penelitian, pelayanan,  serta  uji  mutu atau quality  control.  Berbagai  jenis  laboratorium  kimia  telah banyak dimiliki oleh sekolah lanjutan atas (SMA dan SMK), perguruan tinggi, industri dan jasa  serta  lembaga  penelitian  dan  pengembangan. Karena  perbedaan  fungsi  dan kegunaannya,  dengan  sendirinya  berbeda  pula  dalam  desain,  fasilitas, teknik,  dan penggunaan  bahan.  Walaupun  demikian,  apabila  ditinjau  dari  aspek  keselamatan  kerja, laboratorium-laboratorium  kimia  mempunyai  bahaya  dasar  yang  sama  sebagai  akibat penggunaan bahan kimia dan teknik di dalamnya.
Laboratorium  kimia  harus  merupakan  tempat  yang  aman  bagi  para  penggunanya. Aman  terhadap setiap  kemungkinan  kecelakaan  fatal,  dari  sakit  maupun  gangguan kesehatan. Hanya  dalam laboratorium  yang  aman    seseorang  dapat  bekerja  dengan  aman, produktif,  dan  efisien,  bebas  dari rasa  khawatir  akan  kecelakaan  dan  keracunan.  Keadaan aman  dalam  laboratorium  dapat  diciptakan apabila  ada  kemauan  dari  setiap  pengguna untuk  menjaga  dan  melindungi  diri.  Diperlukan  kesadaran bahwa  kecelakaan  dapat berakibat  pada  para  pengguna,  maupun  orang  lain    serta  lingkungan  di sekitarnya.  Ini adalah  tanggung  jawab  moral  dalam  keselamatan  kerja  yang  memegang  peranan penting dalam  pencegahan  kecelakaan.  Selain  itu,  disiplin  setiap  individu  terhadap  peraturan  juga memberikan  andil  besar  dalam  keselamatan  kerja.  Kedua  faktor  penting  tersebut bergantung pada faktor manusianya, yang ternyata merupakan sumber terbesar kecelakaan di dalam laboratorium.
Tujuan  keamanan  laboratorium  adalah  menciptakan  suasana  laboratorium  sebagai sarana belajar sains yang aman. Caranya adalah dengan meningkatkan pengetahuan praktisi sains (dosen,  laboran,  siswa, mahasiswa)  tentang  keselamatan  kerja,  mengenal  bahaya  yang mungkin terjadi serta upaya penanganannya. Pengenalan  sifat  dan  jenis  bahan  kimia  akan  memudahkan  dalam  cara penanganannya, yakni cara pencampuran, mereaksikan, pemindahan atau transportasi, dan penyimpanan.  Pengetahuan tentang  nama  dan  kegunaan  alat  dan  bagaimana  cara penggunaannya  juga  sangat  penting.  Misalnya alat-alat  gelas  harus  diperiksa  sebelum digunakan.  Apakah  ada  yang  retak,  pecah,  atau  masih  kotor. Dalam  makalah  ini  akan diuraikan  tentang  bagaimana  perawatan  alat  dan  bahan  praktikum  kimia, bagaimana  cara penyimpanannya  sehingga  kerusakan  alat  dan  bahan-bahan  kimia  dapat  dihindari, serta bahaya-bahaya yang ditimbulkan akibat penyimpanan dapat dicegah.



BAB II. ISI
SUMBER-SUMBER KERUSAKAN ALAT DAN BAHAN KIMIA
Tidak  dapat  dielakkan  semua  alat-alat  lambat  laun  akan  mengalami  kerusakan karena dimakan usia, karena lamanya alat-alat tersebut, baik lama pemakaian maupun lama disimpan,  atau  disebabkan  oleh keadaan  lingkungan.  Sumber-sumber  kerusakan  yang disebabkan  keberadaan  alat  –alat    dan  bahan-bahan  kimia  di  dalam  lingkungannya  dapat digolongkan menjadi tujuh golongan, yaitu sebagai berikut:

1. Udara
Udara mengandung oksigen dan uap air. Kelembaban udara yang tinggi dapat membuat alat-alat besi menjadi  berkarat.  Alat-alat  yang  terbuat  dari  logam  lain,  seperti  seng, tembaga,  kuningan  menjadi kusam.  Maka  dianjurkan  menghindarkan  alat-alat  tersebut bersentuhan dengan  udara.  Ada  beberapa usaha  yang  dapat  dilakukan,  misalnya  dengan jalan  mengecat alat-alat  tersebut,  memoles  dengan vaselin  atau  gemuk/lemak,  maupun divernis.  Sedangkan  yang  paling  baik  dan  terlihat  indah  ialah dengan  jalan  melapisi dengan logam yang tahan pengaruh udara, misalnya dengan krom atau nikel. Kelembaban udara juga menyebabkan terjadinya jamur pada lensa-lensa.  Bahan-bahan kimia yang sifatnya higroskopis harus disimpan di dalam botol yang dapat ditutup  rapat.  Bahan-bahan  kimia  semacam  ini  jika menyimpannya  tidak  benar,  maka akan berair, bahkan dapat berubah menjadi larutan. Bahan-bahan yang mudah dioksidasi, dengan adanya oksigen di udara akan mengalami oksidasi. Misalnya bahan kimia Kristal besi(II)  sulfat  yang  berwarna  hijau  muda,  akan  segera  berubah  menjadi  besi(III)  sulfat kristal berwarna coklat muda. Hal itu terjadi bila botol tempat penyimpanan tidak segera ditutup atau tidak rapat menutupnya. 

2. Cairan: air, asam, basa, cairan lainnya
Usahakan  semua  alat  maupun  bahan  kimia  dalam  keadaan  kering.  Tempatkan  alat maupun  bahan dalam  tempat  yang  kering.  Alat  ataupun  bahan  mudah  rusak  bila dibiarkan dalam keadaan basah. Bahan-bahan kimia harus disimpan dalam tempat yang kering. Apalagi bahan kimia yang reaktif  terhadap air.  Logam-logam  seperti  Na,  K,  dan  Ca  bereaksi  dengan  air menghasilkan  gas  H2 yang  langsung terbakar  oleh  panas  reaksi  yang  terbentuk.  Zat-zat lain  yang  bereaksi  dengan  air  secara  hebat, seperti  asam  sulfat  pekat,  logam  halide anhidrat, oksida non logam halide harus dijauhkan dari air atau disimpan dalam ruangan yang  kering  dan  bebas  kebocoran  di  waktu  hujan.  Kebakaran  akibat  zat-zat di  atas  tak dapat dipadamkan dengan penyiraman air. Cairan  yang  bersifat  asam  mempunyai  daya merusak  lebih  hebat  dari  air.  Cara  yang  paling  baik  adalah  dengan  mengisolir asam itu sendiri, misalnya menempatkan botol asam yang tertutup rapat dan ditempatkan dalam lemari khusus, atau di lemari asam. 

3. Panas/temperatur
Panas yang tinggi menyebabkan alat-alat memuai, tetapi kadang-kadang pemuaian tidak teratur sehingga bentuk alat-alat akan berubah sehingga fungsi alat-alat akan berubah. Pengaruh  temperatur  akan menyebabkan  reaksi  atau  perubahan  kimia  terjadi,  dan  juga mempercepat reaksi. Panas yang cukup tinggi dapat memacu terjadinya reaksi oksidasi. Keadaan temperatur yang terlalu rendah juga mempunyai akibat yang serupa. Untungnya Indonesia beriklim tropis, sehingga penyebab kerusakan akibat panas tinggi dan terlalu rendah jarang terjadi di laboratorium kita

4. Mekanik
Benturan, tarikan, maupun tekanan yang besar harus dihindari, khususnya pada alat-alat yang terbuat dari bahan-bahan yang mudah pecah (gelas), lentur (berubah bentuk) seperti alat-alat yang terbuat dari plastik, ataupun alat-alat yang bahannya bersifat sangat rapuh. Bahan-bahan  kimia  yang  harus  dahindarkan  dari benturan  maupun  tekanan  yang  besar adalah  bahan  kimia  yang  mudah  meledak,  seperti  ammonium nitrat,  nitrogliserin, trinitrotoluene (TNT). 



5. Sinar
Sinar, terutama sinar ultra violet (UV) sangat mempengaruhi bahan-bahan kimia. Sebagai contoh  larutan kalium  permanganat,  apabila  terkena  sinar  UV  akan  mengalami  reduksi, sehingga  akan  merubah  sifat larutan  itu.  Oleh  karena  itu  untuk  menyimpan  larutan kalium permanganat dianjurkan menggunakan botol yang berwarna coklat. Kristal perak nitrat  juga  akan  rusak  jika  terkena  sinar  UV,  oleh  sebab  itu dalam  penyimpanan  harus dihindarkan dari pengaruh sinar UV.  Alat-alat  sebaiknya  juga  dihindarkan terkena  sinar  matahari  secara langsung,  sehingga dianjurkan untuk memasang tirai-tirai pada jendela laboratorium.

6. Api
Api/kebakaran  dapat  terjadi  bila  tiga  komponen  berada  bersama-sama  pada  suatu  saat,dikenal dengan “segitiga api”
Ketiga komponen itu ialah:
  • Adanya bahan bakar (bahan yang dapat dibakar)
  • Adanya  panas  yang  cukup  tinggi,  yang  dapat  mengubah  bahan  baker  menjadi  uap yang dapat terbakar (mencapai titik bakarnya)
  • Adanya oksigen (di udara, di sekitar kita)

Maka  pada  saat  yang  demikian  itulah,  oksigen  yang  mudah  bereaksi  dengan  bahan bakar yang berupa uap yang sudah mencapai titik bakarnya akan menghasilkan api. Api inilah  yang  selanjutnya  dapat mengakibatkan  kebakaran.  Maka  untuk  menghindari terjadinya  kebakaran  haruslah  salah  satu  dari komponen  segitiga  api  tersebut  harus ditiadakan.  Cara  termudah  ialah  menyimpan  bahan-bahan  yang mudah  terbakar  di tempat  yang  dingin,  sehingga  tidak  mudah  naik  temperaturnya  dan  tidak  mudah berubah menjadi uap yang mencapai titik bakarnya. 

7. Sifat bahan kimia itu sendiri
Bahan-bahan  kimia  mempunyai  sifat  khasnya  masing-masing.  Misalnya  asam  sangat mudah  bereaksi dengan  basa.  Reaksi-reaksi  kimia  dapat  berjalan  dari  yang  sangat lambat  hingga  ke  yang  spontan. Reaksi  yang  spontan  biasanya  menimbulkan  panas yang tinggi dan api. Ledakan dapat terjadi bila reaksi terjadi pada ruang yang tertutup.
Contoh reaksi spontan: asam sulfat pekat yang diteteskan pada campuran kalium klorat padat  dan  gula pasir  seketika  akan  terjadi  api.  Demikian  juga  kalau  kristal  kalium permanganate ditetesi dengan gliserin.

PEMELIHARAAN DAN PENYIMPANAN ALAT LABORATORIUM
Pemeliharaan  di  sini  bukan  berarti  alat  disimpan  dengan  baik  sehingga  alatnya selalu  utuh,  akan tetapi alat  tetap  dipergunakan  dan  agar  tahan  lama,  tentunya  perlu dilakukan perawatan sehingga alat-alat tersebut tahan lama atau awet. Jadi yang dimaksud dengan pemeliharaan atau perawatan alat-alat atau menjaga keselamatan alat adalah:
- menyimpan pada tempat yang aman
- perawatan termasuk menjaga kebersihan
- penyusunan, penyimpanan alat-alat yang berbentuk set
- menghindari pengaruh luar/lingkungan terhadap alat.

Dalam pemeliharaan alat perlu diketahui sifat-sifat dasar alat, antara lain:
1. Zat atau bahan dasar pembuatan.
Bahan dasar alat harus diketahui agar penyimpanan dan penggunaannya dapat dikontrol. Misalnya  alat gelas yang  akan  dipakai  untuk  pemanasan  harus  dipilih  dari  bahan  yang tahan  panas.  Bila  suatu  alat terbuat  dari  besi,  atau  sebagian  pelengkap  alat  terbuat  dari besi, maka tidak boleh disimpan berdekatan dengan zat-zat kimia, terutama yang bersifat korosif. Bahan besi dengan asam akan cepat berkarat.

2. Berat alat.
Di  laboratorium  terdapat  alat  yang  ringan,  ada  yang  berat.  Untuk  alat-alat  berat  jangan disimpan  di tempat  yang  tinggi,  sehingga  sewaktu  mau  menyimpan  atau  mengambil tidak sulit diangkat atau dipindahkan.


3. Kepekaan alat terhadap pengaruh lingkungan.
Berbagai alat yang peka terhadap lingkungan, misalnya terhadap  kelembaban, di daerah yang dingin atau di daerah yang lembab  penyimpanan alat harus hati-hati, karena pada daerah  lembab  bila  alat  disimpan dalam  lemari  kemungkinan  besar  akan  ditumbuhi jamur.  Lensa harus  dijaga  jangan  sampai  berjamur. Lensa  obyektif  dan  okuler  cepat berjamur  di  daerah  lembab.  Salah  satu  cara  mencegah  pengaruh kelembaban  di  lemari penyimpanan dipasang lampu listrik, sehingga udara dalam lemari menjadi lebih kering. Mikroskop harus disimpan dalam kotaknya dan diberi zat absorpsi (silika).

4. Pengaruh bahan kimia.
Dalam  laboratorium  terdapat  zat-zat  kimia.  Beberapa  zat  kimia  terutama  yang  korosif dapat mempengaruhi  atau  merusak  alat.  Oleh  karena  itu  zat-zat  kimia  harus  disimpan berjauhan dari alat-alat, terutama alat-alat yang terbuat dari logam.

5. Pengaruh alat yang satu dengan yang lain.
Dalam  penyimpanan  alat  perlu  diperhatikan  bahwa alat  yang  terbuat  dari  logam  harus dipisahkan dari alat yang terbuat dari gelas. Beberapa alat yang diset dan terdiri dari alat logam  dan  kaca,  misalnya Respirator  Ganong,  Kalorimeter.  Selain  alat  itu  sendiri, dibutuhkan standarnya. Setiap alat yang terkombinasi dari logam-kaca, sedapat mungkin dalam penyimpanannya  dipisahkan,  pada  waktu  hendak dipakai  barulah  dipasang  atau diset. Magnet  jangan  disimpan  dekat  alat-alat  yang  sensitif  pada magnet.  Stopwatch dapat kehilangan kestabilan bila disimpan berdekatan dengan magnet.

6. Nilai/harga dari alat
Nilai atau harga alat harus diketahui oleh petugas laboratorium, atau setidaknya petugas laboratorium  harus dapat  menilai  mana  barang  yang  mahal,  dan  mana  barang  yang murah. Ditinjau dari segi harganya alat-alat berharga harus disimpan pada tempat yang aman  atau  lemari  yang  pakai  kunci.  Barang  yang nilainya tidak  begitu  mahal  dapat disimpan  pada rak  atau  tempat  terbuka  lainnya.  Akan  tetapi  bila  ada tempat/lemari tertutup sebaiknya semua alat disimpan dalam lemari tersebut.

7. Bentuk dalam set
Jenis  alat  dalam  bentuk  set  misalnya  set electromagnet,  semimicroapparatus.  Untuk menjaga  keawetan alat,  bila  telah  selesai  digunakan  hendaknya  disusun  kembali  pada tempat semula dengan susunan aturan yang telah ditentukan. Penyusunan magnet dalam set electromagnet  harus  diperhatikan,  tidak  boleh disimpan  sembarangan  tanpa  aturan karena dapat kehilangan sifat kemagnetannya. Alat-alat  banyak menggunakan  baterai  kering  atau  basah.  Alat-alat  yang menggunakan baterai basah, ataupun alat yang menggunakan arus listrik, bila sudah selesai dipergunakan  hendaknya  segera  diputuskan  arusnya  atau disimpan  dalam  keadaan sleep.
Alat-alat  yang  menggunakan  baterai  kering  bila  selesai  digunakan  baterai  harus dikeluarkan,  dan waktu  menyimpan  baterai  harus  dikeluarkan  dari  alat  dan  alat  harus disimpan dalam keadaan sleep. Misalnya: pH-meter, comparator lingkungan, osiloscope. Di  laboratorium  bentuk  alat  juga  beraneka ragam.  Banyak  alat  yang  bentuknya bundar,  alat  ini  harus  disimpan  sebaik  mungkin,  jangan  sampai terguling.  Ada  alat  yang harus  disimpan  dalam  keadaan  berdiri,  misalnya  hygrometer.  Cara menyimpan alat  ini sebaiknya  dalam  keadaan  tergantung.  Beberapa  jenis  thermometer  mempunyai  tempat khusus (tabung).  Setelah  selesai  dipergunakan  dibiasakan  menyimpan  atau  segera dimasukkan dalam tabungnya.
Perawatan  alat  secara  rutin  dapat  dilakukan.  Sebelum  alat  digunakan  hendaknya diperiksa  dulu kelengkapannya  dan  harus  dibersihkan  terlebih  dahulu.  Setelah  selesai dipergunakan  semua  alat  harus dibersihkan  kembali  dan  jangan  disimpan  dalam  keadaan kotor.  Demikian  juga  kelengkapan  alat tersebut  harus  dicek  terlebih  dahulu sebelum disimpan.  Lemari  untuk  menyimpan  alat  seringkali terkena rayap,  untuk  mencegah  rayap yang  dapat  merusak  berbagai  jenis  alat,  maka  secara  periodik  perlu disemprot  dengan antihama atau sejenisnya atau dengan memasukkan kapur barus pada lemari penyimpanan. Setiap  alat  yang  agak  rumit  selalu  mempunyai  buku  petunjuk  atau  keterangan penggunaan.  Maka  sebelum  alat  digunakan  hendaknya  kita  membaca  terlebih  dahulu petunjuk penggunaan  alat  dan  petunjuk  pemeliharaan  atau  perawatannya.  Kita  ketahui bahwa  nama  alat  sama dan  fungsi  sama  kemungkinan  bisa  berbeda  cara  penggunaannya, karena  pabrik  yang  mengeluarkan berbeda  dan  tahun  pembuatannya  juga  berbeda.  Untuk itu  dianjurkan  agar  setiap  ada  alat baru  harus terlebih  dahulu  diperiksa  atau  dibaca  buku petunjuk sebelum digunakan.


PENYIMPANAN BAHAN-BAHAN KIMIA
  • Mengingat  bahwa  sering  terjadi  kebakaran,  ledakan,  atau  bocornya  bahan-bahan kimia  beracun dalam gudang,  maka  dalam  penyimpanan  bahan-bahan  kimia  selain memperhatikan ketujuh sumber-sumber kerusakan  di  atas  juga  perlu  diperhatikan  factor lain, yaituInteraksi  bahan  kimia dengan  wadahnya.,  bahan  kimia  dapat  berinteraksi  dengan wadahnya dan dapat mengakibatkan kebocoran.
  • Kemungkinan  interaksi  antar  bahan  dapat  menimbulkan  ledakan,  kebakaran,  atau timbulnya gas beracun


Dengan  mempertimbangkan  faktor-faktor  di  atas  ,  beberapa  syarat  penyimpanan  bahansecara singkat adalah sebagai berikut:
1. Bahan beracun
Banyak  bahan-bahan  kimia  yang  beracun.  Yang  paling  keras  dan  sering  dijumpai  di laboratorium sekolah  antara  lain:  sublimate  (HgCl2),  persenyawaan  sianida,  arsen,  gas karbon monoksida (CO) dari aliran gas. Syarat penyimpanan:
  • ruangan dingin dan berventilasi
  • jauh dari bahaya kebakaran
  • dipisahkan dari bahan-bahan yang mungkin bereaksi
  • kran  dari  saluran  gas  harus  tetap  dalam  keadaan  tertutup  rapat  jika  tidak  sedang dipergunakan
  • disediakan alat pelindung diri, pakaian kerja, masker, dan sarung tangan

2. Bahan korosif
Contoh bahan korosif, misalnya asam-asam, anhidrida asam, dan alkali. Bahan ini dapat merusak wadah dan bereaksi dengan zat-zat beracun. Syarat penyimpanan:
ruangan dingin dan berventilasi
  • wadah tertutup dan beretiket
  • dipisahkan dari zat-zat beracun.


3. Bahan mudah terbakar
Banyak  bahan-bahan  kimia  yang  dapat  terbakar  sendiri,  terbakar  jika  kena  udara,  kena benda panas, kena  api,  atau  jika  bercampur  dengan  bahan  kimia  lain.  Fosfor  (P)  putih, fosfin  (PH3),  alkil  logam, boran  (BH3)  misalnya  akan  terbakar  sendiri  jika  kena  udara. Pipa  air,  tabung  gelas  yang  panas akan menyalakan  karbon  disulfide  (CS2).   Bunga  api dapat  menyalakan  bermacam-macam  gas.  Dari  segi mudahnya  terbakar,  cairan  organic dapat dibagi menjadi 3 golongan:
  • Cairan  yang  terbakar  di  bawah  temperatur  -4oC,  misalnya  karbon  disulfida  (CS2),eter (C2H5OC2H5), benzena (C5H6, aseton (CH3COCH3).
  • Cairan  yang  dapat  terbakar  pada  temperatur  antara    -4oC  -  21oC,  misalnya  etanol(C2H5OH), methanol (CH3OH).
  • Cairan  yang  dapat  terbakar  pada  temperatur  21oC  –  93,5oC,  misalnya  kerosin (minyak lampu), terpentin, naftalena, minyak bakar.


Syarat penyimpanan:
  • temperatur dingin dan berventilas
  • jauhkan dari sumber api atau panas, terutama loncatan api listrik dan bara rokok
  • tersedia alat pemadam kebakaran



4. Bahan mudah meledak
Contoh  bahan  kimia  mudah  meledak  antara  lain:  ammonium  nitrat,  nitrogliserin,  TNT. Syarat penyimpanan:
  • ruangan dingin dan berventilasi
  • jauhkan dari panas dan api
  • hindarkan dari gesekan atau tumbukan mekanis

Banyak  reaksi  eksoterm  antara  gas-gas  dan  serbuk  zat-zat  padat  yang  dapat  meledak dengan dahsyat.  Kecepatan  reaksi  zat-zat  seperti  ini  sangat  tergantung  pada  komposisi dan bentuk  dari campurannya.  Kombinasi  zat-zat  yang  sering  meledak  di  laboratorium pada waktu melakukan percobaan misalnya:
· natrium (Na) atau kalium (K) dengan air
· ammonium nitrat (NH4NO3), serbuk seng (Zn) dengan air
· kalium nitrat (KNO3) dengan natrium asetat (CH3COONa)
· nitrat dengan eter
· peroksida dengan magnesium (Mg), seng (Zn) atau aluminium (Al)
· klorat dengan asam sulfat
· asam nitrat (HNO3) dengan seng (Zn), magnesium atau logam lain
· halogen dengan amoniak
· merkuri oksida (HgO) dengan sulfur (S)
· Fosfor (P) dengan asam nitrat (HNO3), suatu nitrat atau klorat

5. Bahan Oksidator
Contoh: perklorat, permanganat, peroksida organik
Syarat penyimpanan:
· temperatur ruangan dingin dan berventilasi
· jauhkan dari sumber api dan panas, termasuk loncatan api listrik dan bara rokok
· jauhkan dari bahan-bahan cairan mudah terbakar atau reduktor




6. Bahan reaktif terhadap air
Contoh: natrium, hidrida, karbit, nitrida. 
Syarat penyimpanan:
· temperatur ruangan dingin, kering, dan berventilasi
· jauh dari sumber nyala api atau panas
· bangunan kedap air
· disediakan pemadam kebakaran tanpa air (CO2, dry powder).\\

7. Bahan reaktif terhadap asam
Zat-zat  tersebut  kebanyakan  dengan  asam  menghasilkan  gas  yang  mudah  terbakar  atau beracun, contoh: natrium, hidrida, sianida.
Syarat penyimpanan:
· ruangan dingin dan berventilasi
· jauhkan dari sumber api, panas, dan asam
· ruangan  penyimpan  perlu  didesain  agar  tidak  memungkinkan  terbentuk kantong-kantong hydrogen
· disediakan alat pelindung diri seperti kacamata, sarung tangan, pakaian kerja

8. Gas bertekanan
Contoh: gas N2, asetilen, H2, dan Cl2 dalam tabung silinder. Syarat penyimpanan:
· disimpan dalam keadaan tegak berdiri dan terikat
· ruangan dingin dan tidak terkena langsung sinar matahari
· jauh dari api dan panas
· jauh dari bahan korosif yang dapat merusak kran dan katub-katub
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam proses penyimpanan adalah lamanya waktu pentimpanan untuk zat-zat tertentu. Eter, paraffin cair, dan olefin akan membentuk peroksida  jika  kontak  dengan  udara dan  cahaya.  Semakin  lama  disimpan  akan  semakin besar  jumlah  peroksida.  Isopropil  eter,  etil  eter, dioksan,  dan  tetrahidrofuran  adalah  zat yang  sering  menimbulkan  bahaya  akibat  terbentuknya peroksida  dalam  penyimpanan.  Zat sejenis eter tidak boleh disimpan melebihi satu tahun, kecuali ditambah inhibitor. Eter yang telah dibuka harus dihabiskan selama enam bulan.




BAB III. KESIMPULAN

Laboratorium  kimia  harus  merupakan  tempat  yang  aman  bagi  para  penggunanya. Dalam  hal  ini seorang  laboran  memegang  peranan  penting  dalam  menciptakan  suatu laboratorium yang aman. Dengan pengetahuan yang cukup tentang sifat-sifat bahan kimia yang  ada  di  laboratorium  seorang  laboran  dapat mengetahui  bagaimana  cara  menangani bahan  kimia  tersebut,  termasuk  bagaimana  cara  menyimpan dengan  baik  dan  aman. Memang  bukan  hanya  faktor  bahan  kimia  yang  menyebabkan  keadaan  tidak aman,  factor lain seperti ventilasi ruangan, almari asam, atau sistem pengaman gas tidak bekerja dengan baik keadaan  akan  menjadi  lebih  tidak  aman.  Pengetahuan  tentang  kegunaan  alat, perawatan  dan pemeliharaan  alat  juga  penting  untuk  menjaga  keawetan  alat.  Memang diperlukan  suatu  kerjasama dari  berbagai  pihak,  baik  dari  para  siswa, mahasiswa,  guru,  dosen sebagai  pengawas.  
Dalam  melakukan  praktikum  siswa ,mahasiswa  juga  dituntut  untuk berhati-hati, tidak menganggap remeh setiap kemungkinan bahaya yang ditimbulkan. Peran guru/dosen sebagai pengawas juga penting. Prosedur dan cara kerja perlu diberikan secara jelas  dan  sempurna  sebelum  dikerjakan  oleh  para  siswa, mahasiswa  dan  laboran.  Dengan kerjasama  yang  sinergis  dari  berbagai  pihak  maka  akan  tercipta  laboratorium  kimia  yang aman dan nyaman bagi semua orang yang menggunakannya.









STRATEGI MENINGKATKAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN DI LABORATORIUM KIMIA

STRATEGI MENINGKATKAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM KIMIA

BAB I. PENDAHULUAN
Keamanan merupakan hal yang penting dan perlu diperhatikan dalam laboratorium kimia. Laboratorium kimia  harus  merupakan  tempat  yang  aman  bagi  para  penggunanya. Aman  terhadap  setiap kemungkinan  kecelakaan  fatal,  dari  sakit  maupun  gangguan kesehatan. Hanya  dalam  laboratorium  yang aman    seseorang  dapat  bekerja  dengan  aman, produktif,  dan  efisien,  bebas  dari  rasa  khawatir  akan kecelakaan  dan  keracunan.  Keadaan aman  dalam  laboratorium  dapat  diciptakan  apabila  ada kemauan dari  setiap  pengguna untuk  menjaga  dan  melindungi  diri.Keselamatan kerja juga harus diperhatikan. Diperlukan kesadaran  bahwa  kecelakaan  dapat berakibat  pada  para  pengguna,  maupun  orang  lain   serta  lingkungan  di  sekitarnya.  Ini adalah  tanggung  jawab  moral  dalam  keselamatan  kerja  yang memegang  peranan  penting dalam  pencegahan  kecelakaan.  Selain  itu,  disiplin  setiap  individu  terhadap peraturan  juga memberikan  andil  besar  dalam  keselamatan  kerja.  Kedua  faktor  penting  tersebut bergantung pada faktor manusianya, yang ternyata merupakan sumber terbesar kecelakaan di dalam laboratorium.
Keamanan dan Keselamatan Laboratorium adalah pedoman praktis terhadap orang yg bekerja di laboratorium. Keamanan dan keselamatan kerja akan memberi dampak pada hasil kerja yang diperoleh melalui penggunaan fasilitas di laboratorium. Dalam penggunaan laboratorium juga perlu diperhatikan strategi untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan kerja, sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal pada kerja di laboratorium kimia.


BAB II. ISI
A. Peraturan Dasar Keselamatan Kerja Di Laboratorium
Peraturan dasar keselamatan kerja adalah Peraturan yang berhubungan dgn kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium perlu ditaati oleh pemakai laboratorium.
Peraturan dasar memiliki tujuan sebagai berikut  :
  • Menjamin kesehatan, keselamatan org yg bekerja di lab
  • Mencegah resiko akibat kegiatan pemakaian lab
  • Mengontrol pengeluaran, penggunaan dan penyimpanan bahan dan alat lab (terutama yang berbahaya)


Peraturan dasar keselamatan kerja di laboratorium terbagi menjadi dua, yaitu :
  • Peraturan umum

Peraturan umum adalah peraturan mengenai hal umum yang harus ditaati. Pada umumnya menyangkut larangan masuk bagi yang bukan pengguna laboratorium, larangan penggunaan alat jika tidak mengetahui cara penggunaannya, larangan untuk makan atau minum di laboratorium, pengetahuan mengenai letak alat dan bahan, letak kotak P3K dan sebagainya.
  • Peraturan khusus

Peraturan khusus digunakan untuk menunjukkan kekhasan laboratorium dan untuk menunjukkan keseriusan keselamatan serta sebagai pedoman umum.
Beberapa hal yang dimuat dalam peraturan khusus adalah  untuk peralatan dan bahan kimia tertentu yg memiliki sifat spesifik (beracun, mudah terbakar, meledak, dll) Peralatan mulai dari pemakaian, perawatan, pemeliharaan, dan penyimpanan. Bahan/zatmulai dari sifat, penggunaan, penempatan dan pembuangan.


B. Peralatan Keselamatan Kerja Di Laboratorium
Untuk menjaga keselamatan kerja di laboratorium, semua pengguna laboratorium wajib menggunakan peralatan keselamatan kerja di laboratorium. Beberapa di antara nya, yaitu :
1. Jas Lab (Baju Lab)
2. Sarung tangan
3. Pelindung mata dan muka
4. Kran Pencuci mata dan Safety shower
5. Respirator/Masker
6. Pemadam Kebakaran
7. Selimut api
8. Safety ladders (Tangga)
9. Pipet (bulp, mata, skala, dll)
10. Tanda peringatan keselamatan dan bahaya

C. Tanda Peringatan Keselamatan Kerja Di Laboratorium
Tanda peringatan adalah hal penting yang harus ada di dalam laboratorium kimia. Tanda peringatan harus terdapat di alat dan bahan. Sehingga pengguna laboratorium dapat lebih berhati – hati dalam menggunakan alat maupun bahan.

D. Pengamanan Dan P3K
Bahaya di dalam laboratorium dapat berasal dari listrik, api, ledakan, dan lain – lain. Untuk memperkecil bahaya di laboratorium maka disarankan untuk setiap sumber bahaya di berikan pertolongan pertama. Sebagai contoh pertolongan pertama untuk beberapa bahaya :
P3K untuk bahaya yang berasal dari api dapat berupa:
  • Siaga alat pemadam kebakaran
  • Api dari zat kimia di dalam gelas, labu dan wadah kecil dilakukan dengan menghentikan kontak dengan udara
  • Pertolongan (membawa ke RS terdekat) 



P3K untuk bahaya yang bersumber dari listrik dapat berupa:
  • Larangan menyentuh korban
  • Pemutusan sumber listrik
  • Pertolongan (membawa ke rumah sakit terdekat) 


E. Penyimpan Bahan Kimia berdasarkan sifatnya
Penyimpanan bahan kimia yang terdapat di laboratorium harus diklasifikasikan berdasarkan sifatnya. Beberapa sifat bahan kimia adalah :
  1. Bahan beracun
  2. Bahan mudah meledak
  3. Bahan korosif
  4. Bahan mudah terbakar
  5. Bahan oksidator
  6. Bahan reaktif terhadap air
  7. Bahan teaktif terhadap asam
  8. Gas bertekanan

Penyimpanan bahan kimia di laboratorium juga harus ditambahkan dengan keterangan bahaya dan pertolongan pertama yang harus diberikan jika bahan kimia bersentuhan dengan kulit atau tertelan dan lain sebagainya. Penyimpanan  berdasarkan pengklasifikasian akan memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dikarenakan setiap pengguna laboratorium akan lebih berhati – hati menggunakan bahan kimia yang ada.



BAB III. KESIMPULAN
Strategi yang digunakan untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium kimia menyangkut beberapa aspek yaitu :
  1. Peraturan dasar keselamatan kerja di laboratorium.
  2. Peralatan keselamatan kerja di laboratorium.
  3. Tanda peringatan keselamatan kerja di laboratorium.
  4. Pengamanan dan P3K
  5. Penyimpanan bahan kimia berdasarkan sifatnya.


Keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium adalah sepenuhnya tanggungjawab semua pengguna laboratorium. Pengguna laboratorium harus secara sadar dan penuh tanggungjawab untuk menaati dan melakukan hal – hal yang menyangkut penggunaan alat dan bahan. Sehingga meminimalisasi kemungkinan kecelakaan kerja. 





3 Model Pembelajaran Kurikulum 2013

 PROJECT BASED LEARNING

Thomas,dkk (1999), dalam Wena (2009) Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek memuat tugas – tugas yang kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan (problem) yang sangat menantang, dan menuntut peserta didik untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri . Tujuannya agar siswa mempunyai kemandirian dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya.
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) memiliki sintak: (1) Starts With the Essential Question, (2) Design a Plan for the Project, (3) Creates a Schedule, (4) Monitor the Students and the Progress of the Project, (5) Assess the Outcome, (6) Evaluate the Experiences. 
  • Tahap pertama sintak pembelajaran Project Based Learning adalah “Starts With the Essential Question”. Pembelajaran diawali dengan suatu pertanyaan esensial. Pertanyaan ini bisa muncul dari pengajar ataupun dari peserta didik atau kolaborasi antara keduanya. Pertanyaan esensial inilah yang akan menjadi sentral dalam Project Based Learning.
  • Tahap kedua sintak pembelajaran Project Based Learning adalah “Design a Plan for the Project”. Pada tahap ini, siswa bersama-sama guru secara kolaboratif merencanakan sebuah proyek untuk menyelesaikan pertanyaan yang telah dirumuskan pada tahap pertama. Agar tepat dalam mendesain proyek, maka dilakukan penggalian informasi yang terkait dengan pertanyaan. Proses ini dilakukan melalui bertanya kepada narasumber, diskusi dengan guru atau siswa lain, kajian literatur berupa buku maupun searching di internet. Apabila informasi sudah cukup, maka dengan mudah siswa secara kolaboratif dapat merancang suatu proyek. Aktivitas “Design a Plan for the Project” pada Project Based Learning, dengan demikian dapat disetarakan dengan aktivitas ”melakukan kajian teoritis (research)”, dan ”mengkonstruksi hipotesis”. Hal ini dikarenakan pada tahap “Design a Plan for the Project”, siswa mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai sumber. Setelah informasi terkumpul, siswa membuat dugaan-dugaan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan pada tahap sebelumnya, sehingga mampu mendesain suatu proyek dengan lebih akurat.
  • Tahap ketiga dan keempat sintak pembelajaran Project Based Learning adalah “Creates a Schedule” dan “Monitor the Students and the Progress of the Project”. Pada tahap ini, siswa membuat jadwal pelaksanaan proyek dan sekaligus menjalankan proyek di bawah monitor gurun. Inti pelaksanaan proyek dilakukan pada tahap ini. siswa melakukan observasi dan atau eksperimen dengan cara yang telah didesain pada tahap sebelumnya. Dengan demikian, tahap ketiga dan keempat Project Based Learning, “menjalankan observasi dan atau eksperimen”.
  • Tahap kelima sintak pembelajaran Project Based Learning adalah Assess the Outcome. Outcome dapat dimaknai sebagai keseluruhan hasil (produk) selama aktivitas menjalankan proyek. Dengan demikian, tahap ini dilakukan setelah proyek selesai dijalankan. Outcome dinilai untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar kompetensi, mengetahui kemajuan masing-masing siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai siswa, dan membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. Penilaian terhadap outcome dengan demikian merupakan aktivitas menganalisis produk dari proyek yang sudah dijalankan siswa. Apakah hasil observasi dan atau eksperimen sudah dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan yang dimunculkan pada bagian awal pembelajaran? Jika sudah, maka siswa telah mampu menyimpulkan inti persoalan adanya proyek. Assess the Outcome, dengan demikian dapat disetarakan dengan aktivitas “menganalisis data dan membuat kesimpulan”
  • Tahap keenam sintak pembelajaran Project Based Learning adalah Evaluate the Experiences. Pada akhir proses pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Pada tahap ini, siswa diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Guru dan siswa mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran. Dengan kata lain, pada tahap ini terjadi proses presentasi hasil proyek dihadapan guru dan 

Pembelajaran berbasis proyek (PBL) merupakan metode belajar yangmenggunakan masalah sebagai langkah awal dalam pengumpulan danmengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalamberaktivitas secara nyata. PBL dirancang untuk digunakan pada permasalahankomplek yang diperlukan pelajaran dalam melakukan investigasi danmemahaminya berikut pengertian PBL menurut beberapa ahli.
  1. Thomas Mergendoller dan Michaelson mengatakan PBL adalah metodepengajaran sistematik yang mengikutsertakan pelajaran ke dalampembelajaran pengetahuan dan keahlian yang kompleks, pertanyaanautentik dan perancangan produk dan tugas.
  2. Baron B. mengatakan PBL adalah pendekatan cara pembelajaran secarakonstruktif untuk pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasisriset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata relevanbagi kehidupannya. 
  3. Blumenfeld menjelaskan bahwa PBL adalah pendekatan komprehensif untuk pengajaran dan pembelajaran yang dirancang agar pelajaran melakukan riset terhadap permasalahan nyata.
  4. Boud dan Felleti mengemukakan PBL adalah cara yang konstruktif dalam pembelajaran menggunakan permasalahan sebagai stimulus dan berfokusaktivitas pelajar.
  5. Moeslichatoen dalam bukunya “metode pengajaran di taman kanakkanak”mengatakan bahwa model pembelajaran berdasarkan proyek (PBL)adalah suatu metode pembelajaran yang memberikan pengalaman belajardengan menghadapkan anak dengan persoalan sehari-hari yang harus dipecahkan secara berkelompok. Menurut hasil penelitian terdapat hubunganyang erat antara proses memperoleh pengalaman yang sebenarnya dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan bagi anak harus diintegrasikan dengan lingkungan kehidupan anak yang banyak menghadapkan anak dengan pengalaman langsung.


Pembelajaran Berbasiskan Proyek berasal dari gagasan John Dewey tentang konsep “Learning by Doing” yakni proses perolehan hasil belajar dengan mengerjakan tindakan-tindakan tertentu sesuai dengan tujuannya, terutama penguasaan anak tentang bagaimana melakukan sesuatu pekerjaanyang terdiri atas serangkaian tingkah laku untuk mencapai suatu tujuan. 
Project Based Learning merupakan sebuah model pembelajaran yang sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Project Based Learning bermakna sebagai pembelajaran berbasis proyek. Definisi secara lebih komperehensif tentang Project Based Learning menurut The George Lucas Educational Foundation (2005) adalah sebagai berikut :
  1. Project-based learning is curriculum fueled and standards based. Project Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang menghendaki adanya standar isi dalam kurikulumnya. Melalui Project Based Learning, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (aguiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen mayor sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah displin yang sedang dikajinya (The George Lucas Educational Foundation: 2005). 
  2. Project-based  Learning adalah model pembelajaranyang menuntut pengajar dan atau peserta didik mengembangkan pertanyaan penuntun (a guiding question). Mengingat bahwa masingmasing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Project Based Learning memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Hal ini memungkinkan setiap peserta didik pada akhirnya mampu menjawab pertanyaan penuntun (The George Lucas Educational Foundation: 2005). 
  3. Project-based learning asks students to investigate issues and topics addressing real-world problems while integrating subjects across the curriculum. Project Based Leraning merupakan pendekatan pembelajaran yang menuntut peserta didik membuat “jembatan” yang menghubungkan antar berbagai subjek materi. Melalui jalan ini, peserta didik dapat melihat pengetahuan secara holistik. Lebih daripada itu, Project Based Learning merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik (The George Lucas Educational Foundation: 2005).
  4. Project-based learning is a method that fosters abstract, intellectual tasks to explore complex issues. Project Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan pemahaman. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi dan mensintesis informasi melalui carayang bermakna. (The George Lucas Educational Foundation: 2005).


Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek didukung teori belajar konstruktivisme yang menyatakan bahwa struktur dasar suatu kegiatan terdiri atas tujuan yang ingin dicapai sebagai subyek yang berada di dalam konteks suatu masyarakat di mana pekerjaan itu dilakukan dengan perantaraan alat-alat, peraturan kerja, pembagian tugas dalam penerapan di kelas bertumpu pada kegiatan aktif dalam bentuk melakukan suatu (doing) daripada kegiatan pasif “menerima” transfer pengetahuan dari pengajar.

Hubungan Problem Based Learning dan Project Based Learning

Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek (project-based learning) ini merupakan adaptasi dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) yang awalnya berakar pada pendidikan medis (kedokteran). Pendidikan medis menaruh perhatian besar terhadap fenomena praktisi medis muda yang memiliki pengetahuan faktual cukup tetapi gagal menggunakan pengetahuannya saat menangani pasien sungguhan (Maxwell, Bellisimo, & Mergendoller, 1999). Setelah melakukan pengkajian bagaimana tenaga medis didik, pendidikan medis mengembangkan program pembelajaran yang men-cemplung-kan siswa ke dalam skenario penanganan pasien baik simulatif ataupun sungguhan. Proses ini kemudian dikenal sebagai pendekatan problem-based learning. Kini, problem-based learning diterapkan secara luas pada pendidikan medis di negara-negara maju.
Berdasarkan pengalaman pada pendidikan medis, pendekatan problem-based learning diadaptasi menjadi model project-based learning untuk pendidikan teknologi dan kejuruan, terutama program kompetensi produktif. Keduanya menekankan lingkungan belajar siswa aktif, kerja kelompok (kolaboratif), dan teknik evaluasi otentik (authentic assessment). Perbedaannya terletak pada perbedaan objek. Kalau dalam problem-based learning pendidik lebih didorong dalam kegiatan yang memerlukan perumusan masalah, pengumpulan data, dan analisis data (berhubungan dengan proses diagnosis pasien); maka dalam project-based learning pendidik lebih didorong pada kegiatan desain: merumuskan job, merancang (designing), mengkalkulasi, melaksanakan pekerjaan, dan mengevaluasi hasil.

Karakteristik Project Based Learning
Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang besar untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa ( Gear, 1998). Sedangkan menurut Buck Institute for Education (1999), bahwa pembelajaran berbasis proyek memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Pelajar membuat keputusan dan membuat kerangka kerja
b. Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya
c. Pelajar merancang proses untuk mencapai hasil
d. Pelajar bertanggungjawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan
e. Melakukan evaluasi secara kontinuw
f. Pelajar secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan
g. Hasil akhir berupa produk dan dievalusi kualitasnya
h. Kelas memiliki atmosfer yang member toleransi kesalahan dan perubahan

Prinsip – prinsip PBL

Menurut Thomas (2000), pembelajaran berbasis proyek memiliki lima prinsip, yaitu:
a. Keterpusatan (centrality)
Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek adalah pusat atau inti kurikulum, bukan pelengkap kurikulum. Di dalam Pembelajaran Berbasis Proyek, proyek adalah strategi pembelajaran; pelajar mengalami dan belajar konsep-konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek. Ada kerja proyek yang mengikuti pembelajaran tradisional dengan cara proyek tersebut memberi ilustrasi, contoh, praktik tambahan, atau aplikasi praktik yang diajarkan sebelumnya dengan maksud lain. Akan tetapi, menurut kriteria di atas, aplikasi proyek tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai Pembelajaran Berbasis Proyek. Kegiatan proyek yang dimaksudkan untuk pengayaan di luar kurikulum juga tidak termasuk Pembelajaran Berbasis Proyek.

b. Berfokus pada Pertanyaan atau Masalah
Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek adalah terfokus pada pertanyaan atau masalah, yang mendorong pelajar menjalani (dengan kerja keras) konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau pokok dari disiplin. Kriteria ini sangat halus dan agak susah diraba. Definisi proyek (bagi pelajar) harus dibuat sedemikian rupa agar terjalin hubungan antara aktivitas dan pengetahuan konseptual yang melatarinya yang diharapkan dapat berkembang menjadi lebih luas dan mendalam (Baron, Schwartz, Vye, Moore, Petrosino, Zech, Bransford, & The Cognition and Technology Group at Vanderbilt, 1998). Biasanya dilakukan dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan atau ill-defined problem (Thomas, 2000). Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek mungkin dibangun di sekitar unit tematik, atau gabungan (intersection) topik-topik dari dua atau lebih disiplin, tetapi itu belum sepenuhnya dapat dikatakan sebuah proyek. Pertanyaan-pertanyaan yang mengejar pelajar, sepadan dengan aktivitas, produk, dan unjuk kerja yang mengisi waktu mereka, harus digubah (orchestrated) dalam tugas yang bertujuan intelektual (Blumenfeld, et al., 1991).

c. Investigasi Konstruktif atau Desain
Proyek melibatkan pelajar dalam investigasi konstruktif. Investigasi mungkin berupa proses desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, diskoveri, atau proses pembangunan model. Akan tetapi, agar dapat disebut proyek memenuhi kriteria Pembelajaran Berbasis Proyek, aktivitas inti dari proyek itu harus meliputi transformasi dan konstruksi pengetahuan (dengan pengertian: pemahaman baru, atau keterampilan baru) pada pihak pebelajar (Bereiter & Scardamalia, 1999). Jika pusat atau inti kegiatan proyek tidak menyajikan “tingkat kesulitan” bagi anak, atau dapat dilakukan dengan penerapan informasi atau keterampilan yang siap dipelajari, proyek yang dimaksud adalah tak lebih dari sebuah latihan, dan bukan proyek Pembelajaran Berbasis Proyek yang dimaksud. Membersihkan peralatan laboratorium mungkin sebuah proyek, akan tetapi mungkin bukan proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek.

d. Otonomi
Proyek mendorong pelajar sampai pada tingkat yang signifikan. Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek bukanlah ciptaan guru, tertuliskan dalam naskah, atau terpaketkan. Latihan laboratorium bukanlah contoh Pembelajaran Berbasis Proyek, kecuali jika berfokus pada masalah dan merupakan inti pada kurikulum. Proyek dalam Pembelajaran Berbasis Proyek tidak berakhir pada hasil yang telah ditetapkan sebelumnya atau mengambil jalur (prosedur) yang telah ditetapkan sebelumnya. Proyek Pembelajaran Berbasis Proyek lebih mengutamakan otonomi, pilihan, waktu kerja yang tidak bersifat rigid, dan tanggung jawab pelajar daripada proyek trandisional dan pembelajaran tradisional.

e. Realisme
Proyek adalah realistik. Karakteristik proyek memberikan keontentikan pada pelajar. Karakteristik ini boleh jadi meliputi topik, tugas, peranan yang dimainkan pelajar, konteks dimana kerja proyek dilakukan, kolaborator yang bekerja dengan pelajar dalam proyek, produk yang dihasilkan, audien bagi produk-produk proyek, atau kriteria di mana produk-produk atau unjuk kerja dinilai. Pembelajaran Berbasis Proyek melibatkan tantangan-tantangan kehidupan nyata, berfokus pada pertanyaan atau masalah otentik (bukan simulatif), dan pemecahannya berpotensi untuk diterapkan di lapangan yang sesungguhnya.

Pembelajaran berbasis proyek bisa menjadi bersifat revolusioner di dalam isu pembaruan pembelajaran. Proyek dapat mengubah hakikat hubungan antara guru dan pelajar. Proyek dapat mereduksi kompetisi di dalam kelas dan mengarahkan pelajar lebih kolaboratif daripada kerja sendiri-sendiri. Proyek juga dapat menggeser fokus pembelajaran dari mengingat fakta ke eksplorasi ide.


Langkah – Langkah PBL
Langkah – langkah pembelajaran berbasis proyek dilaksanakan dalam 3 tahap (Anita, 2007:25) yaitu:
1) Tahapan perencanaan proyek
Adapun langkah – langkah perencanaan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
b. Menentukkan topik yang akan dibahas
c. Mengelompokan siswa dalam kelompok – kelompok kecil berjumlah 4 – 5 orang dengantingkat kemampuan beragam
d. Merencang dan menyusun LKS
e. Merancang kebutuhan sumber belajar.
f. Menetapkan rancangan penilaian 

2) Tahap pelaksanaan
Siswa dalam masing – masing kelompok melaksanakan proyek dengan melakukan investigasi atau berpikir dengan kemampuannya berdasarkan pada pengalaman yang dimiliki. Kemudian diadakan diskusi kelompok. Sementara guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan dengan betindak sebagai fasilitator.

3) Tahap penilian
Pada tahap ini, guru melakukan evaluasi terhadap hasil kerja masing –masing kelompok. Berdasarkan penilaian tersebut, guru dapat membuat kesimpulan apakah kegiatan tersebut perlu diperbaiki atau tidak, dan bagian mana yang perlu diperbaiki.
Pengimplementasian pembelajaran berbasis proyek tidak terlepas dari kurikulum, pertanggungjawaban, realism, belajar aktif, umpan balik, pengetahuan umum, pertanyaan yang memacu, investigasi konstruktif, serta otonomi. Purnawan (Muliawati, 2010:11) mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis proyek mengacu pada hal –hal sebagai berikut:
1. Curriculum: memerlukan suatu strategi sasaran dimana proyek sebagai pusat
2. Responsibility: PBL menekankan responsibility dan answerbility para siswa ke dari dan panutannya
3. Realism: kegiatan siswa difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya
4. Active learning: menumbuhkan isu yang berunjung pada pertanyaan dan keinginan siswa untuk menemukan jawaban yang relevan, sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri.
5. Feedback: diskusi, presentasi dan evaluasi terhadap para siswa menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorng kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman
6. General skill: pembelajaran berbasis proyek dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar bagi keterampilan yang mendasar, seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self management
7. Driving question: pembelajaran berbasis proyek difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu siswa untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai.
8. Constuctive investigations: sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para siswa
9. Autonomy: proyek menjadikan aktivitas siswa sangat penting

Peran Guru dan Siswa dalam PBL
Menurut Cord et al. (Khamdi, 2007) pembelajaran berbasis proyek adalah suatu model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan – kegiatan yang kompleks. Pembelajran berbasis proyek adalah penggunaan proyek sebagai model pembelajaran. Proyek – proyek meletakkan siswa dalam sebuah peran aktif yaitu sebagai pemecah masalah, pengambilan keputusan, peneliti, dan pembuat dokumen.
Pembelajaran berbasis proyek berangkat dari pandangan konstruktivism yang mengacu pada pendekatan kontekstual (Khamdi, 2007). Dengan demikian, pembelajaran berbasis proyek merupakan metode yang menggunakan belajar kontekstual, dimana para siswa berperan aktif untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, meneliti, mempresentasikan, dan membuat dokumen. Pembelajaran berbasis proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan kompleks yang diperlukan siswa dalam melakukan investigasi dan memahaminya.
Menurut Waras Khamdi, selama berlangsungnya proses pembelajaran berbasis proyek, pelajar akan mendapatkan bimbingan dari narasumber atau fasilitator, dimana peran fasilitator:

Peran Guru
1. Mengajar kelompok dan menciptakan suasana yang nyaman
2. Memastikan bahwa sebelum dimulai, setiap kelompok telah memiliki seorang anggota yang bertugas membaca materi, sementara teman – temannya mendengarkan, dan seorang anggota yang bertugas mencatat informasi yang penting sepanjang jalannya diskusi
3. Memberikan materi atau informasi pada saat yang tepat, sesuai dengan perkembangan kelompok.
4. Memastikan bahwa setiap sesi diskusi kelompok diakhiri dengan self-evalution.
5. Menjaga agar kelompok terus memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan.
6. Memonitor jalannya diskusi dan membuat catatan tentang berbagai masalah yang muncul dalam proses belajar, serta mengajar agar proses belajar terus berlangsung. Dengan tujuan agar setiap tahapan dalam proses belajar tidak dilewati atau diabaikan, sehingga tiap tahapan dilakukan dalam urutan yang tepat.
7. Menjaga motivasi pelajar dengan mempertahankan unsur tantangan dalam penyelesaian tugas dan juga mempertahankan untuk mendorong pelajaran keluar dari kesulitan.
8. Membimbing proses belajar dengan mengajukan pertanyaan yang tepat pada saat yang tepat, secara mendalam tentang berbagai konsep, ide, penjelasan, sudut pandang, dsb.
9. Mengevaluasi kegiatan belajar termasuk partisipasi pelajar dalam proses kelompok. Pengajar perlu memastikan bahwa setiap pelajar terlibat dalam proses kelompok dan berbagai pemikiran dan pandangan.

Peran Siswa
1. Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir
2. Melakukan riset sederhana
3. Mempelajari ide dan konsep baru
4. Belajar mengatur waktu dengan baik
5. Melakukan kegiatan belajar sendiri/kelompok
6. Mengaplikasikan belajar lewat tindakan
7. Melakukan interaksi social (wawancara, survei, observasi, dll)
8. Kegiatan lebih banyak pada kerja kelompok.

Ciri pembelajaran berbasis proyek menurut Center For Youth Development and Education Boston (Muliawati, 2010:10) yaitu:
  1. Melibatkan para siswa dalam masalah – masalah kompleks, persoalan – persoalan dunia nyata, dimana pun para siswa dapat memilih dan menetukan persoalan atau masalah yang bermakna
  2. Para siswa diharuskan menggunakan penyelidikan, penelitian keterampilan perencanaan, berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah saat mereka menyelesaikan proyek.
  3. Para siswa diharapkan mempelajari dan menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya dalam berbagai konteks ketika mengerjakan proyek.
  4. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar dan mempraktekkan keterampilan pribadi pada saat mereka bekerja dalam tim kooperatif, maupun saat mendiskusikan dengan guru.
  5. Memberikan kesempatan bagi para siswa mempraktekan berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk kehidupan dewasa mereka dan karir (bagaimana mengalokasikan waktu, menjadi individu yang bertanggung jawab, keterampilan pribadi, belajra melalui pengalaman).
  6. Menyampaikan harapan mengenai prestasi/hasil pembelajaran (ini disesuaikan dengan standard an tujuan pembelajaran untuk sekolah/negara.
  7. Melakukan refleksi yang mengarahkan siswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman mereka dan menghubungkan pengalaman dengan pelajaran.
  8. Berakhir dengan presentasi atau produk yang menunjukkan pembelajaran dan kemudian dinilai (kriteria dapat ditentukan oleh para siswa) 




 DISCOVERY LEARNING  

Metode penemuan diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi objek dan lain-lain percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi. Sebelum siswa sadar akan pengertian, guru tidak menjelaskan dengan kata-kata. Metode penemuan merupakan komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan reflektif.  Menurut Ensiklopedia of Educational Research, “penemuan merupakan suatu strategi yang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan berbagai keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikannya” (Suryosubroto, 2009). 
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode penemuan itu adalah suatu metode di mana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja. 
Menurut Bruner dalam Arends (2008), discovery learning merupakan sebuah metode pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa untuk memahami struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi melalui personal discovery (penemuan pribadi). Belajar penemuan mengakibatkan keigintahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban. Lagi pula metode ini dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain, dan meminta para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi, tidak hanya menerima saja. 
Dalam metode discovery learning, siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan kebaikan-kebaikan, diantaranya pengetahuan itu bertahan lama atau lama diingat, atau lebih mudah diingat. 

Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Penemuan 
Ibrahim dan Nur dalam Asnawi (2009), menjelaskan tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh guru dalam menerapkan penggunaan metode dengan penemuan (discovery learning) adalah sebagai berikut: 

Tabel Tugas pembelajaran dengan metode discovery learning 


Tahap Tingkah Laku Guru   
Tahap 1: 
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan bahan yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.   
Tahap Tingkah Laku Guru   
Tahap 2: 
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang akan dipecahkan.   
Tahap 3: 
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.   
Tahap 4: 
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan hasil praktikum, dan membantu mereka untuk membagi tugas dengan temannya.   
Tahap 5: 
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses yang mereka gunakan.  


A. Pengertian Pembelajaran Discovery Learning
Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa ssecara aktif dalam proses pembelajaran.
Menurut Wilcox (Slavin, 1977), dalam pembelajaran dengan penemuan siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Menurut Bell (1978) belajar penemuan adalah belajar yang terjadi sebagia hasil dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ie menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan prose induktif atau proses dedukatif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.
Pembelajaran penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis modern. Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.
Pembelajaran Discovery learning adalah model pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Maier (Winddiharto:2004) yang menyatakan bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau proses semata – mata ditemukan oleh siswa sendiri.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan bermasyarakat.

B. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning
Bell (1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
  1. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
  2. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit mauun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan
  3. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
  4. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain.
  5. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
  6. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.


C. Strategi-strategi dalam Pembelajaran Discovery Learning
Dalam pembelajaran dengan penemuan dapat digunakan beberapa strategi, strategi-strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Strategi Induktif
Strategi ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian data atau contoh khusus dan bagian generalisasi (kesimpulan). Data atau contoh khusus tidak dapat digunakan sebagai bukti, hanya merupakan jalan menuju kesimpulan. Mengambil kesimpulan (penemuan) dengan menggunakan strategi induktif ini selalu mengandung resiko, apakah kesimpulan itu benar ataukah tidak. Karenanya kesimpulan yang ditemukan dengan strategi induktif sebaiknya selalu mengguankan perkataan “barangkali” atau “mungkin”.


b. Strategi deduktif
Dalam matematika metode deduktif memegang peranan penting dalam hal pembuktian. Karena matematika berisi argumentasi deduktif yang saling berkaitan, maka metode deduktif memegang peranan penting dalam pengajaran matematika. Dari konsep matematika yang bersifat umum yang sudah diketahui siswa sebelumnya, siswa dapat diarahkan untuk menemukan konsep-konsep lain  yang belum ia ketahui sebelumnya. Sebagai contoh, untuk menentukan rumus luas lingkaran, siswa dapat diarahkan untuk membagi kertas berbentuk lingkaran menjadi n buah sector yang sama besar, kemudian menyusunnya sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti persegi panjang dan rumus keliling lingkaran yang sudah diketahui sebelumnya, siswa akan dapat menemukan bahwa luas lingkaran adalah  .

D. Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning
Dahar (1989) mengemukakan beberapa peranan guru dalam pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
a. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.
b. Menyajikan materi pelajaran yang  diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan menggunakan fakta-fakta yang berlawanan.
c. Guru juga harus memperhatikan cara penyajian yang enaktif, ikonik, dan simbolik.
d. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebuh dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
e. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis besar tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan generalisai-generalisasi itu.

E. Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning di Kelas
1. Tahap Persiapan dalam Aplikasi Model Discovery Learning
Seorang guru bidang studi, dalam mengaplikasikan metode discovery learning di kelas harus melakukan beberapa persiapan. Berikut ini tahap perencanaan menurut Bruner, yaitu:
a. Menentukan tujuan pembelajaran.
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa (Suciati & Prasetya Irawan dalam Budiningsih, 2005:50).

2. Prosedur aplikasi discovery learning
Adapun menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model Discovery Learning di kelas tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah sebagai berikut:
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri (Taba dalam Affan, 1990:198).
Tahap ini Guru bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. Stimulation pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi.

b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah).
Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244).

c. Data collection (pengumpulan data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya (Djamarah, 2002:22).

d. Data processing (pengolahan data).
Menurut Syah (2004:244) data processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.
Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

e. Verification (pentahkikan/pembuktian).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).

f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Atau tahap dimana berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu (Djamarah, 2002:22). Akhirnya dirumuskannya dengan kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi (Junimar Affan, 1990:198).



SINTAKS PROJECT BASED LEARNING (PBL)

Dalam melaksanakan metode proyek ini dalam kegiatan belajar mengajar di laksanakan dalam enam tahap sebagai berikut :
Tahap I: Identifikasi masalah riil
Pembelajaran diawali dengan guru memberikan motivasi atau bertanya kepada siswa yang berkaiatan dengan masalah otentik yang ada dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dalam uraian ini akan timbul suatu permasalahan yang nantinya akan dijawab atau diselesaikan oleh siswa.
Tahap II: Perumusan Strategi/Alternatif Pemecahan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang sudah ada, siswa dalam kelompok belajar dengan bimbingan guru membuat perumusan strategi atau alternatif pemecahan masalah tersebut.
Tahap III: Perancangan Produk/Perancangan Kegiatan
Siswa bekerja dalam kelompok mencari semua informasi atau sumber pendukung untuk membuat suatu rancangan produk dan perencanaan pelaksanaan pembuatan produk.
Tahap IV: Proses produksi/Kegiatan
Setelah rancangan produk selesai dibuat, siswa mengumpulkan bahan dan menyusun produk sesuai dengan rancangan produk yang akan dibuat, selanjutnya dari hasil rancangan dan hasilnya di investigasikan kepada orang yang ahlinya.
Tahap V: Presentasi
Dari hasil yang didapatkan setiap kelompok mendemonstrasikan produknya kepada kelompok lain, sedangkan guru memberi penilaian pada hasil produk dari masing-masing kelompok.
Tahap VI: Evaluasi 
Memberikan soal latihan evaluasi secara individu untuk mengetahui kemampuan dalam menerima konsep materi yang dikembangkan sendiri.